Sunday, January 20, 2013

Perceraian dan Penyebabnya


Dari cintalah sebuah rumah tangga itu bermuasal. Namun, muncul pertanyaan, “Bagaimana dengan perceraian ?” Bagaimana mungkin terjadi perceraian jika sebuah rumah tangga berlandaskan atas cinta ?
Perceraian menurut pandangan Collins (1987:2380), adalah ketika hancurnya sebuah kekuasaan, privilege (perlakukan khusus) dan konflik terhadap cinta dan solidaritas dalam sebuah pernikahan. Ketika keseimbangan sumber daya berupa emosional, ekonomi dan seksual berubah sehingga pekawinan harus pula mengalami perubahan maka pasangan perkawinan dalam keluarga itu pun bubar.
Sementara Goode (2004: 184-185) memandang bahwa kekacauan dalam keluarga dapat dipandang sebagai pecahnya satu unit keluarga, terputusnya atau retaknya satu sistem sosial jika satu atau beberapa anggota gagal menjalankan kewajiban peran mereka secara maksimal. Selanjutnya Goode memberikan definisi terhadap pembatalan, perpisahan, perceraian dan meninggalkan keluarga. Menurutnya, bentuk tersebut merupakan kondisi terputusnya keluarga yang disebabkan karena salah satu atau kedua pasangan itu memutuskan untuk saling menginggalkan dan dengan demikian mereka berhenti pula melaksanakan kewajiban peran masing-masing.
 Ada beberapa penyebab retaknya sebuah hubungan pernikahan. Menurut Henslin (2006:138) bahwa salah satu penyebab perceraian adalah tingginya pengahsilan istri dibanding suami. selain itu, Saputra (2011) dalam http://www.detiknews.com telah melakukan wawancara dengan Direktur Jenderal Badilag Mahkamah Agung RI, Agung Wahyu Widiana, bahwa penyebab perceraian di Indonesia berdasarkan urutannya adalah kecemburuan, masalah ekonomi dan keharmonisan rumah tangga. Informasi mengenai penyebab perceraian di Indonesia juga dilansir media online http://edukasi.kompasiana.com. Menurut media ini, selain penyebab tersebut di atas juga terdapat masalah perselingkuhan sebagai penyebab perceraian.
Sejalan dengan infromasi di atas, Yusran melalui http://beta.fajar.co.id, melaporkan bahwa data Kantor Pengadilan Negeri Agama (PNA) Makassar tahun 2010 menunjukkan, penyebab perceraian di Kota Makassar adalah kekejaman jasmani, poligami, kawin paksa, gangguan pihak ketiga, kekejaman mental, ekonomi, dihukum, cemburu, politis, dan cacat biologis. Namun yang mendominasi adalah karena masalah tanggungjawab dan keharmonisan dalam rumah tangga.
Sementara itu, Abbott & Wallace (1997:146) mengemukakan bahwa menurut pandangan feminis, ada beberapa hal yang menyebabkan sebuah rumah tangga tidak berjalan sebagimana mestinya. Dalam hal ini, Abbott & Wallace mengutip pendapat Ann Oakley yang telah melakukan penelitian terhadap wanita yang mengalami konflik keluarga di empat daerah yang berbeda. Penyebab terjadinya keluarga yang tidak harmonis itu adalah:
1.    Pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin yang memaksa wanita bertanggung jawab pada wilayah domestik dan pengasuhan anak. Hal ini berarti bahwa wanita tergantung secara ekonomi dan tidak memiliki akses terhadap uang yang mereka miliki.
2.    Konflik timbul dari perbedaan kebutuhan emosional antara wanita dan laki-laki. Dalam kaitan ini, wanita dipandang mampu menyesuaikan diri dengan frustrasi dan kemarahan suami dan anak-anak mereka. Tapi wanita justru tidak memiliki tempat untuk mengadukan dirinya.
3.    Perbedaan kekuatan ekonomi dan fisik antara suami dan istri dimana istri kadang memiliki kontrol sumber keuangan yang rendah untuk memenuhi kebutuhan aktifitas sosialnya dan istri juga kadang menerima perlakukan kekerasan dari suami mereka.
4.    Laki-laki mengontrol seksualitas dan kesuburan, artinya, laki-laki seolah-olah lebih penting dibanding wanita. Dalam hal ini, seakan-akan wanita menyerahkan kebutuhan seksualnya kepada suami mereka dan wanita harus mengasuh anak-anak mereka. 

Menurut pandangan para feminis tersebut dapat dipertegas bahwa kebutuhan rumah 
tangga atau keluarga harus didahulukan sementara kebutuhan wanita dibelakangkan. 
Perlakukan ini dipandang tidak adil sehingga menjadi pemicu terjadinya keluarga yang 
tidak harmonis.

No comments: